Sepuluh tahun setelah merdeka, tidak banyak orang yang tahu dodol garut. Dodol garut adalah makanan tradisional asal Garut, Jawa Barat yang berasal dari campuran beras ketan dan gula. Kini, kita dengan mudah bisa menemui makanan ini di pasar tradisional hingga supermarket. Itu semua adalah buah kesuksesan salah satu strategi pemasaran jitu, salah satunya Dodol Picnic.
Adalah Iton Damiri, yang memulai usaha ini pada tahun 1949. Ia ingin menjadikan dodol sebagai makanan orang kota. Kala itu di Bandung terdapat Toko Picnic, pusat jajanan terkenal yang menyediakan makanan ringan impor. Pembelinya adalah kalangan berkantong tebal. Iton berambisi menitipkan dagangan di toko tersebut.
Pada 1957, timbulah ide dari Aam Mawardi, adik Iton untuk membuat dodol merek Picnic. “Cara ini ternyata bisa menarik hati pemilik toko. Mereka mau karena merasa ada orang mau bersusah-susah membuatkan produk bermerek tokonya,” ucap Ato Hermanto (46), Direktur PT. Herlinah Cipta Pratama, generasi kedua produsen Dodol Picnic sekarang.
Penganan ini mulai dikenal masyarakat di luar Garut. Saat Toko Picnic bangkrut, Dodol Picnic telah terkenal dan pemasarannya menyebar ke pelosok negeri. Usaha memperkenalkan dodol juga ditempuh melalui toko-toko buah di Bandung. Hasilnya Dodol Picnic makin dikenal sehingga permintaan terus meningkat. Bahkan sejak 1969, dodol tersebut mulai dipasarkan di luar Jawa.
Kemajuan Dodol Picnic mendorong didirikannya perusahaan yang relatif lebih besar. Pabrik modern berdiri 1979 dengan luas kira-kira 5.000 m persegi di Jalan Pasundan No. 102 Garut. Kini Herlinah Cipta Pratama telah mempekerjakan tak kurang 200 karyawan dengan kapasitas produksi 1.800 ton per bulan.
Usaha yang terus berkembang ini, membuat Herlinah Cipta Pratama memerlukan tambahan modal. BNI adalah bank pertama yang dituju pabrik dodol ini sebagai tempat mendapatkan pinjaman. “Saat ini kami telah dipercaya BNI untuk menerima kredit sebesar 1,5 miliar. Hubungan dengan BNI juga telah terjalin sejak puluhan tahun lalu. BNI sangat familiar terhadap kami. Karena hubungan yang telah begitu lama terjalin, kami jadi seperti keluarga.”
Ato yang semula berniat membuka usaha sendiri di bidang kesenian rupanya cukup bertangan dingin dalam mengelola perusahaan. Krisis ekonomi 1998 justru menjadi berkah bagi perusahaannya. “Itu karena tiba-tiba makanan seperti coklat dan produk impor lain hilang dari pasar, ia mendapat banyak pesanan. Di saat itulah ia justru menambah pinjaman ke BNI guna pengembangan usaha. Bersama BNI, perusahaan ini melewati masa krisis ekonomi dengan baik. Bagi ayah dua putra ini, keberhasilannya sekarang tidak terlepas dari kesetiaan BNI dalam membantunya.
Referensi: www.tangandiatas.com