Tahun ini adalah tahun yang penuh tantangan buat perekonomian global. Amerika Serikat dan China, dua kekuatan ekonomi dunia terbesar, saling klaim sebagai negara yang paling dirugikan sebagai hasil dari pengenaan tarif barang impor yang tidak bersahabat. Oleh banyak analis ekonomi, situasi perang tarif seperti diatas sering disebut dengan Trade War.
Trade War sebenarnya adalah istilah yang dipopulerkan oleh media bisnis barat setelah presiden Amerika, Donald Trump, mengancam akan menaikkan tarif yang lebih tinggi atas barang-barang impor dari China. Hal ini bertujuan supaya barang-barang produksi dari China memiliki harga yang lebih tinggi sehingga konsumen Amerika beralih ke barang-barang produksi dalam negeri.
Langkah ini membuat ekonomi dunia bergejolak dan penuh ketidakpastian. Amerika Serikat adalah pasar utama dari industri manufaktur China. Dengan adanya tarif baru ini, harga barang-barang produksi China menjadi tidak kompetitif dan lebih mahal. Imbasnya, di tahun 2019 ini ekonomi China hanya tumbuh sebesar 6% di kuartal ketiga, pertumbuhan terendah selama hampir 10 tahun terakhir.
Selama ini, perekonomian China adalah penopang pertumbuhan ekonomi global. Dengan tingkat pertumbuhan yang turun direvisi turun, ancaman resesi ekonomi menjadi semakin tinggi. Trade War yang dicanangkan Trump pada China tidak hanya mempengaruhi kegiatan ekspor impor China saja, tapi juga kegiatan perdagangan dunia secara keseluruhan.
Padahal, di era e-commerce seperti sekarang, keran ekspor impor seharusnya bisa berkembang lebih pesat lagi. Pembeli dan penjual seharusnya tidak perlu diribetkan dengan proses transfer uang ke luar negeri, atau remittance, yang berbelit-belit dan berbiaya mahal.
Remittance sendiri adalah kegiatan transfer uang dari dalam negeri keluar negeri dan sebaliknya. Proses transfer dana lewat layanan remittance berbeda dengan transfer uang domestik. Biasanya, remittance membutuhkan waktu proses yang lebih lama, biasanya 1 – 2 minggu. Selain itu, pihak bank juga biasanya mengenakan transfer fee atas jenis transaksi ini sebesar US $5 hingga US $25 untuk setiap transaksi.
Proses yang lama dan biaya yang mahal. Itulah yang selama ini menjadi challenge dari kegiatan ekspor impor di seluruh dunia. Namun kini, beberapa bank sudah bisa memberikan convenience lebih kepada nasabah-nasabahnya.
Salah satunya adalah digibank oleh DBS. Digibank by DBS memang hadir untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seperti ini. Dengan adanya fitur digibank transfer valas, kita sudah bisa melakukan transfer valas dengan rate yang kompetitif tanpa harus repot-repot pergi ke cabang.
Bahkan, untuk transfer ke tujuh mata uang utama seperti USD, GBP, SGD, AUD, CAD, EUR, dan HKD, nasabah digibank oleh DBS tidak dikenakan biaya transfer sama sekali alias gratis. Namun, yang paling menarik adalah dana transfer bisa masuk ke rekening penerima di hari yang sama kalau transaksinya dilakukan sebelum batas waktu yang telah ditentukan. Dan ditambah lagi akses 24/7 tanpa harus ke cabang.
Dengan semua kemudahan transaksi remittance seperti itu, trade war telah menjadi sesuatu yang sangat tidak diharapkan oleh para pelaku usaha. Sentimen global yang buruk seperti ini akan membuat demand dari banyak barang dan jasa turun karena negara-negara di dunia enggan menjalin kerja sama bisnis dengan negara lain.
Makanya, saat House of Representative (DPR-nya AS) memakzulkan Presiden Donald Trump pada hari Kamis (19/12) lalu, banyak yang berharap kalau trade war antara China – Amerika Serikat bisa berakhir lebih cepat sehingga kegiatan perdagangan antar negara menjadi semakin bergairah.