Negara-negara maju relatif memiliki persentasi wirausahawan yang relatif tinggi dari jumlah penduduknya. Persentase penduduk Singapura yang berwirausaha mencapai 7 persen, China, dan Jepang 10 persen dari total jumlah penduduk mereka. Sedangkan yang tertinggi adalah Amerika Serikat sebesar 11,5-12 persen. Bagi para entrepreneur Indonesia, tentu saja ini merupakan tantangan tersendiri untuk ikut berperan memajukan bangsa ini.
Khusus bagi pengusaha dan investor muslim, terdapat nilai-nilai Islam yang perlu dipegang teguh dalam bertransaksi bisnis atau investasi. Bisnis dan investasi Islam hakekatnya adalah selalu memegang asas keadilan dan keseimbangan. Selain itu, juga telah dicontohkan aplikasi nilai-nilai Islam dalam mengelola bisnis oleh Nabi Muhammad SAW agar berhasil baik di dunia ataupun di akhirat.
Nilai-nilai bisnis Islam telah menjadi tren baru dalam mengendalikan tujuan dan harapan ekonomi dalam jangka panjang, yang selalu mengedepankan kejujuran, kepercayaan, keadilan (profesional), dan komunikatif. Hal ini akan membawa spirit moral dalam bisnis sehingga melahirkan suatu bisnis ataupun usaha yang transparan.
Nabi Muhammad sebagai pemimpin bisnis dan entrepreunership dijelaskan secara gamblang di dalam buku Dr. Syafi’i Antonio dengan judul “Muhammad SAW Super Leader Super Manager”. Buku tersebut menguraikan bahwa masa berbisnis Muhammad yang mulai dengan intership (magang), business manager, investment manager, business owner dan berakhir sebagai investor relatif lebih lama (25 tahun) dibandingkan dengan masa kenabiannya (23 tahun). Nabi Muhammad bukan hanya figur yang mendakwahkan pentingnya etika dalam berbisnis tapi juga terjun langsung dalam aktivitas bisnis.
Sang Manajer
Sejak kecil, tepatnya saat berumur 12 tahun, Muhammad sudah diperkenalkan tentang bisnis oleh pamannya, Abu Thalib, dengan cara diikutsertakan dalam perjalanan bisnis ke Suriah. Pengalaman perdagangan (magang) yang diperoleh Muhammad dari pamannya, selama beberapa tahun menjadi modal dasar baginya disaat memutuskan menjadi pengusaha muda di Mekah. Beliau merintis usahanya dengan berdagang kecil-kecilan di sekitar Ka’bah.
Dengan modal pengalaman yang ada disertai kejujuran dalam menjalankan usaha bisnisnya, nama Muhammad mulai dikenal di kalangan pelaku bisnis (investor) di Mekah. Dalam kurun waktu yang tidak lama, Muhammad mulai menampakkan kelihaiannya dalam menjalankan usaha perdagangan. Bahkan beberapa investor Mekah tertarik untuk memercayakan modalnya untuk dikelola oleh Muhammad dengan prinsip bagi hasil (musyarakah-mudharabah) maupun penggajian. Pada tahapan ini Muhammad telah beralih dari business manager (mengelola usahanya sendiri) menjadi investment manager (mengelola modal investor).
Nabi Muhammad memiliki modal besar dan kesempatan untuk ekspansi bisnis sehingga mampu menjangkau pusat perdagangan yang ada di Jazirah Arab. Kejujuran beliau dalam berbisnis sehingga dikenal olah para pelaku bisnis sebagai Al-Amin menjadi daya tarik bagi kalangan investor besar untuk menginvestasikan modalnya kepada Muhammad, salah satu di antaranya adalah Khadijah yang di kemudian hari menjadi istri pertama beliau.
Di usia 25 tahun, usia yang masih relatif muda, Muhammad menikah dengan Khadijah, seorang pengusaha sukses Mekah. Secara otomatis Muhammad menjadi pemilik sekaligus pengelola dari kekayaan Khadijah. Penggabungan dua kekayaan melalui pernikahan tersebut tentunya semakin menambah usaha perdagangan mereka baik secara modal maupun penguasaan pangsa pasar. Pada tahapan ini Muhammad sudah menjadi business owner.
Setelah Muhammad menikah dengan Khadijah, beliau semakin gencar mengembangkan bisnisnya melalui ekspedisi bisnis secara rutin di pusat-pusat perdagangan yang ada di jazirah Arab. Beliau intens mengunjungi pasar-pasar regional maupun Internasional demi mempertahankan pelanggan dan mitra bisnisnya. Jaringan perdagangan beliau telah mencapai Yaman, Suriah, Busara, Iraq, Yordania, Bahrain, dan kota-kota perdagangan Arab lainnya.
Menjelang masa kenabian (berumur 38 tahun) di mana waktunya banyak dihabiskan untuk merenung, beliau telah sukses menjadi pedagang regional. Di mana wilayah perdagangannya meliputi Yaman, Suriah, Busra, Iraq, Yordania, Bahrain dan kota-kota perdagangan Jazirah Arab lainnya. Pada tahapan ini, beliau telah memasuki fase yang menurut Robert T Kiyosaki disebut financial freedom.
Kehebatan berbisnis Muhammad bisa dilihat dalam sebuah riwayat yang menceritakan bahwa beliau pernah menerima utusan dari Bahrain. Muhammad menanyakan kepada Al-Ashajj berbagai hal dan orang-orang yang terkemuka serta kota-kota yang terkemuka di Bahrain. Pemimpin kabilah tersebut sangat terkejut atas luasnya pengetahuan geografis serta sentral-sentral komersial Muhammad. Kemudian al-Ashajj berkata, “Sungguh Anda lebih mengetahui tentang negeri saya daripada saya sendiri dan Anda pula lebih banyak mengetahui pusat-pusat bisnis kota saya dibanding apa yang saya ketahui. Muhammad menjawab, “Saya telah diberi kesempatan untuk menjelajahi negeri Anda dan saya telah melakukannya dengan baik.” (Syafi’i Antonio, 2007).
Kunci sukses berdagang Nabi terletak pada sikap jujur dan adil dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pelanggan. Itulah yang selalu dia tunjukkan ketika menjadi agen saudagar kaya Siti Khadijah ra—yang kemudian menjadi istri tercinta—untuk melakukan perdagangan ke Syiria, Jerussalem, Yaman, dan tempat-tempat lain. Dalam perjalanan perdagangan itu, Nabi mendapatkan perolehan keuntungan di luar dugaan. Nabi menandaskan kejujuran dan agar menjaga hubungan yang baik dan ramah kepada para pelanggan, maupun mitra dagang.
Prinsip Nabi, pedagang yang tak jujur, meskipun sesaat mendapatkan keuntungan banyak, pelan tapi pasti akan gagal dalam menggeluti profesinya. Karena itu, beliau selalu menasehati sahabat-sahabatnya untuk melakukan hal serupa. Apalagi saat Nabi memimpin umat di Madinah. Praktik-praktik perdagangan yang mengandung unsur penipuan, riba, judi, ketidakpastian, meragukan, eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan, dan pasar gelap beliau larang. Nabi juga memelopori standardisasi timbangan dan ukuran.
Nabi sangat memperhatikan kejujuran. Sampai-sampai, orang yang jujur dalam berdagang, digaransinya masuk dalam golongan para nabi. Abu Sa’id meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, “Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang jujur dan para syuhada.”
Sikap baik dalam berdagang
Dalam urusan dagang, nabi selalu bersikap sopan dan baik hati. Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, “Rahmat Allah atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli, dan ketika dia membuat keputusan.” (HR Bukhari)
Nabi juga menghindari sikap belebihan dalam berdagang, seperti banyak bersumpah. Tentang hal ini, nasehat Rasulullah, “Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi dagang, sebab itu dapat menghasilkan penjualan yang cepat, lalu menghapuskan berkah.”
Nabi sangat membenci orang-orang yang dalam dagangnya menggunakan sumpah palsu. Beliau mengatakan, pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan berbicara, melihat pun tidak kepada orang yang semasa hidup berdagang dengan menggunakan sumpah palsu.
Hak-hak kelompok dalam transaksi
Dalam proses pertukaran barang dengan persetujuan antara kedua belah pihak, seringkali ada konflik. Untuk menghindari ini, Nabi telah meletakkan dasar, bagaimana transaksi seharusnya terjadi. Ibnu ‘Umar meriwayatkan dari Rasulullah, “Kedua kelompok di dalam transaksi perdagangan memiliki hak untuk membatalkannya hanya sejauh mereka belum berpisah, kecuali transasksi itu menyulitkan kelompok itu untuk membatalkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Kedua belah pihak dalam transaksi perdagangan berhak membatalkan, selama mereka tidak berpisah. Jika mereka berkata benar, menjelaskan sesuatunya dengan jernih, maka transaksi mereka akan mendapatkan berkah. Tapi jika menyembunyikan sesuatu serta berdusta, maka berkah yang ada dalam transaksi mereka akan terhapus.” (Bukhari dan Muslim).
Bila berpegang pada sekelumit teladan Nabi itu, mestinya umat Islam sudah menjadi bagian terdepan dalam penguasaan ekonomi dunia. Tapi sayangnya, banyak ajaran Nabi dalam berdagang yang dilupakan. Kalau ingin perdagangan umat Islam semaju Singapura, mestinya prinsip-prinsip dagang Rasul tidak dijadikan kenangan, tapi pegangan.
Kiat-Kiat Praktis Berdagang Nabi
Rasulullah SAW telah menentukan indikator jual beli yang mabrur dalam sebuah hadits sebagai berikut, ”Jika penjual dan pembeli itu jujur dan transparan, maka akan diberkahi dalam transaksinya.” (HR. Bukhari no.2079 dan Muslim no.1532)
Pemahaman yang utuh tentang biografi kehidupan beliau akan menghindarkan terjadinya pemahaman yang sempit tentang diri Rasulullah. Banyak orang yang menganggap Rasulullah sebagai orang yang miskin, padahal justru sebaliknya beliau adalah sosok pebisnis yang sukses.
(CAA)
Sumber Referensi:
1. Al-Qur’an dan hadist HR. Bukhori Muslim
2. Siroh Nabawiyah
3. Bisnis Ekonomi Syariah
4. Afzallurahman dalam Muhammad SAW (a Trader)
5. www.hidayatullah.com
6. Muhammad SAW Super Leader Super Manager, Dr. Syafi’i Antonio
Bagaimana menyusun anggaran keuangan keluarga? Ini salah satu pertanyaan yang dicari dan terkadang tidak semua…
Ada hal terpenting yang bisa dilakukan untuk mengelola uang, yaitu dengan membuat anggaran keuangan pribadi.…
Agar menjadi investor / trader saham sukses, Anda harus mengerahkan upaya maksimal untuk mencapainya. Investor…
Tak banyak yang mengetahui tentang rahasia kebebasan finansial. Banyak orang beranggapan bahwa bebas secara finansial…
Apabila Anda ingin mengontrol pengeluaran dan mencapai tujuan finansial Anda, maka dibutuhkan anggaran keuangan. Bagaimana…
Ingin menjadi pengusaha sukses? Bisa jadi ini idaman bagi sebagian orang yang bercita-cita menjadi wirausaha.…
Lihat Komentar
terima kasih infonya
iya..sama2
sebuah suri tauladan di jaman yang serba materialistis ini..
Auh2 keren nya
I love Nabi Muhammad...
jump ke blog ku ya.....
Thanks..Insya Allah akan bersilaturahmi ke blognya :)
Siplah apik2
thx mas bro ,. keren .,
^+^
sama2 mas bro.. :)