Sebagai agama yang sempurna, aturan Islam meliputi segala aspek kehidupan manusia termasuk dalam urusan finansial. Berbagai bentuk akad finansial yang dicontohkan dalam Islam, memungkinkan pemeluknya melakukan berbagai transaksi investasi atau bisnis moderen tanpa harus meninggalkan ketentuan syariah. Berikut adalah beberapa contoh investasi atau bisnis moderen yang relevan di zaman ini.
A. Murabahah
Murabahah (cost plus sales) esensinya adalah akad jual beli di mana penjual dan pembeli menyepakati harga barang dan jasa yang terdiri dari harga pokok dari penjual, ditambah dengan tingkat keuntungan yang disepakati. Ada kalanya, penjual menjual barang pada harga yang sama dengan harga beli yang disebut Tawliya (bay’u al-tawliya), atau bahkan menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga beli yang disebut Wadi’a (bay’u al-wadi’a).
Berikut adalah syarat-syarat yang harus terpenuhi demi syahnya transaksi murabahah:
Untuk sahnya transaksi Murabahah, syarat-syarat berikut harus terpenuhi:
- Pembeli harus tahu harga perolehan dari penjual.
- Pembeli harus mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh penjual.
- Harga perolehan dapat dihitung atau diukur dengan jelas.
- Tidak berlaku untuk jual beli yang dihukumi dengan riba. Misalnya, emas dengan emas ditambah keuntungan. Tambahan keuntungannya ini berarti riba.
- Pembelian awal dari pembeli pertama harus melalui transaksi yang sah, demikian pula jual beli yang kedua.
Apa yang Boleh dan Tidak Boleh
Biaya-biaya yang wajar dikeluarkan oleh pembeli pertama, (penjual pada transaksi yang kedua) terkait dengan perolehan barang atau jasa yang menjadi objek pada akad murabahah, dapat ditambahkan ke dalam unsur harga pokok. Kaidahnya adalah, “Apa yang dianggap adil oleh muslim, adil di mata Allah.”
Sebaliknya, biaya-biaya yang di luar kewajaran atau tidak terkait langsung dengan perolehan objek murabahah, tidak dapat ditambahkan ke dalam unsur harga pokok. Kaidahnya adalah, “Apa yang menurut muslim tidak adil, berarti tidak adil di mata Allah.”
Keterbukaan dalam Murabahah
Akad murabahah sangat mengandalkan keterbukaan karena pembeli kedua membeli dari penjual atas dasar kepercayaan dalam menyampaikan harga perolehannya. Untuk hal ini perlu diperhatikan peringatan Allah dalam Al Quran Surat Al Anfaal: 27
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Hadits Rasulullah SAW, “Barangsiapa menipu, maka bukanlah dari golonganku.”
Tidak terbatas pada harga perolehan, keterbukaan ini juga menyangkut kondisi barang dan hal-hal lain yang bersifat material. Maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa memengaruhi pembeli dalam mengambil keputusannya terkait pembelian—jadi atau tidaknya membeli dan harga yang ditetapkan dari objek murabahah.
B. Musyarakah
Musyarakah berarti kerjasama kemitraan (partnership). Bentuk kerjasama musyarakah ini dalam Islam diizinkan berdasarkan hadits.
Dalam hadits Qudsi Allah SWT berfirman, “Aku yang ketiga dari setiap dua orang mitra. Apabila salah satu berkhianat, maka Aku tinggalkan kemitraan mereka.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah oleh Abu Dawud dan Al Hakim.
Lebih lengkap penjelasan tentang kemitraan ini ada di artikel Sistem Bagi Hasil.
C. Mudharabah
Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana yang satu menyediakan permodalan dan yang lain sebagai entrepreneur yang menjalankan usaha mudharabah tersebut. Lebih detail mengenai mudharabah, telah kami jelaskan di artikel Sistem Bagi Hasil.
D. Salam
Salam adalah jual beli di mana pembeli membayar di depan tetapi barang diserahkan kemudian. Jual beli salam ini memberi manfaat kepada dua belah pihak. Pihak pertama mendapatkan dana di depan, sehingga bisa menutup biaya-biaya yang diperlukan untuk mengadakan barangtersebut. Sedangkan pembeli mendapatkan barang pada saat yang diperlukannya nanti, pada harga yang sudah ditetapkan di awal.
Landasan Syariah
Dasar diizinkannya jual beli salam ini:
- Al Quran Surah Al Baqarah: 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
[sociallocker]
[179] Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW ketika datang ke Madinah menemukan penduduknya berjual beli dengan salam untuk buah dalam waktu satu, dua, dan tiga tahun. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berjual beli dengan penyerahan kemudian, hendaklah ia menentukan jumlah atau berat dan syarat pembayarannya.”
- Salam merupakan pengecualian dari larangan jual beli untuk barang yang tidak ada, dan ini adalah rukhsah (keringanan) yang diberikan kepada umat Islam untuk mempermudah penyelesaian berbagai masalah dalam kehidupannya.
- Jual beli salam sah apabila objek jual beli diketahui secara detail jenisnya, spesifikasinya, jumlahnya, harganya, tata cara pembayaran, dan tempat penyerahannya.
E. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli di mana pembeli membayar di depan kemudian objek jual beli dibuat atau diproduksi dan diserahkan kemudian. Karena kemiripannya dengan salam, sebagian besar ulama menganggap istishna’ adalah salah satu cabang dari salam.
F. Qardh
Qardh adalah pinjaman. Karena bunga atau riba sangat diharamkan dalam Islam, maka bentuk pinjaman dalam Islam haruslah tanpa bunga atau pinjaman lebih bernilai sosial dibandingan komersial. Karena sifatnya demikian, maka pinjaman selain disebut qardh. Qardh juga disebut sebagai Qardh Hasan.
Dasar diizinkannya pinjaman adalah hadits-hadits sebagai berikut.
- Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap dua pinjaman yang diberikan oleh seorang muslim ke muslim lainnya bernilai satu sedekah.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al Baihaqi)
- Diriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pada saat aku mi’raj, aku melihat tulisan di pintu surga yang berbunyi, ‘Setiap sedekah dibalas sepuluh kali, dan pinjaman dibalas delapan belas kali.’ Aku bertanya, ‘Wahai Jibril, mengapa pinjaman diberi balasan yang lebih dari sedekah?’ Jibril berkata, ‘Karena seseorang bisa minta sedekah pada saat dia tidak memerlukannya, tetapi peminjam hanya meminjam karena memang benar-benar butuh.” (HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi)
- Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa melepaskan kesulitan dari seorang muslim dalam kehidupan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitannya pada hari pembalasan. Barangsiapa memudahkan kesulitan finansial seorang muslim, Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitannya di dunia dan akhirat, dan Allah akan selalu membantu seorang muslim sepanjang dia membantu saudaranya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
G. Bay’ Mu’ajjal
Bay’ Mu’ajjal berasal dari bahasa Arab Bay’ yang berarti jual beli, dan ‘ajjal yang berarti waktu tertentu. Bay’ Mu’ajjal adalah jual beli di mana pembayaran dilakukan dalam waktu yang disepakati atau pembayaran secara kredit.
Dasar syar’i yang kuat mengenai diizinkannya jual beli dengan pembayaran tertunda ini adalah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a bahwa, “Rasulullah SAW membeli bahan makanan dari seorang Yahudi secara kredit dan memberikan tameng beliau untuk jaminan.” (HR. Bukhari)
Meskipun rata-rata ulama sepakat diizinkannya jual beli secara kredit ini, namun ulama berbeda pendapat mengenai perbedaan harga antara pembayaran tunai dari pembayaran yang tertunda atau kredit. Ulama yang tidak mengizinkan kenaikan harga pada pembayaran secara kredit (dibandingkan tunai) karena beralasan bahwa kenaikan harga tersebut adalah riba.
Ulama yang mengizinkan kenaikan harga beralasan karena landasannya adalah jual beli dari jenis komoditi yang berbeda, jadi tidak termasuk larangan riba. Kedua adalah menggunakan qiyas atau analogi dari hadits Rasulullah SAW yang mengizinkan penurunan harga untuk pembayaran yang dipercepat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah SAW memerintahkan pengusiran kaum Yahudi Bani Nadhir, sebagian mereka berkata, “Ya Rasulullah, engkau memerintahkan kami untuk diusir tetapi masih banyak piutang kepada kami yang jatuh temponya masih panjang.” Rasulullah SAW bersabda, “Turunkan piutangnya dan tagih mereka sebelum waktu jatuh tempo.”
H. Ijarah
Ijarah berasal dari bahasa Arab ujr atau ujrah yang berarti imbalan atau upah. Dalam akad finansial moderen, akad ijarah dipakai untuk sewa. Akad ini melibatkan dua pihak, yaitu penyewa dan pemilik sewa. Penyewa berhak memanfaatkan barang yang disewanya dengan membayar uang sewa atau upah.
Landasan Syariah:
1. Al Quran Surat: Ath Thalaaq: 6
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”
2. Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa, “Rasulullah meminta seorang laki-laki untuk membekam beliau, dan beliau membayar upahnya.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
I. Sewa Beli
Sewa beli adalah bentuk pengembangan lebih lanjut dari akad-akad dasar yang telah dibahas sebelumnya, yaitu: syirkah, ijarah, dan buyu’.
Tahapan dalam sewa beli ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama kedua belah pihak menyertakan modalnya dengan akad syirkatul milk untuk membeli suatu aset. Misalnya, berupa tanah, gedung, atau mesin-mesin. Tahap kedua barang yang dibeli bersama tersebut dipinjamkan ke salah satu pihak dengan akad ijarah dengan pembayaran sewa untuk masa tertentu. Tahap ketiga terjadi transaksi jual beli dengan harga yang disepakati. (CAA)
Catatan Kaki: 179 Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
Sumber Referensi: Iqbal, Muhaimin. 2008. Dinar Solution: Dinar sebagai Solusi. Gema Insani: Jakarta.
[/sociallocker]