Seringkali dalam sebuah bisnis / perusahaan digunakan terminologi likuiditas dan aset likuid. Apakah perbedaan diantara keduanya?
Aset likuid perusahaan dapat dengan mudah dikonversi menjadi uang tunai untuk memenuhi kewajiban keuangan dalam waktu singkat. Likuiditas adalah kemampuan bisnis untuk membayar hutangnya dengan menggunakan aset lancarnya.
Jenis aset likuid yang paling umum untuk semua bisnis, mulai dari bank hingga produsen elektronik, adalah dana dalam rekening giro dan tabungan serta surat berharga, seperti saham dan obligasi.
Sekuritas yang sangat likuid bisa dibeli dan dijual dengan cepat dan mudah tanpa mempengaruhi harganya. Menjual investasi saham semudah menempatkan order beli, yang hampir seketika memicu penjualan saham pada harga pasar saat ini.
Likuiditas bank ditentukan oleh kemampuannya untuk memenuhi semua biaya yang diantisipasi. Seperti, pinjaman dana atau melakukan pembayaran hutang, hanya menggunakan aset likuid.
Idealnya, bank harus menjaga tingkat likuiditas yang juga memungkinkannya untuk memenuhi biaya tak terduga tanpa harus melikuidasi aset lainnya. Semakin besar cadangan aset likuid relatif terhadap kewajiban yang diantisipasi, semakin besar likuiditas bank.
Untuk memahami pentingnya likuiditas terhadap solvabilitas bank yang terus berlanjut. Ada baiknya memahami perbedaan antara aset likuid dan tidak likuid, atau tetap.
Aset tidak likuid tidak dapat dengan cepat diubah menjadi uang tunai, termasuk investasi properti dan peralatan yang memberikan nilai jangka panjang bagi bisnis. Menggunakan aset tidak likuid untuk memenuhi kewajiban finansial tidaklah ideal.
Menjual properti untuk memenuhi kewajiban keuangan, misalnya, tidak efisien dan berpotensi mahal. Jika dana dibutuhkan dengan cepat, perusahaan mungkin harus menjual properti tersebut dengan harga diskon untuk memperlancar likuidasi.
Selain itu, melikuidasi jenis aset untuk membayar hutang dapat memiliki dampak yang merugikan pada kemampuan bisnis untuk beroperasi dan menghasilkan keuntungan di perjalanannya usahanya.
Produsen pakaian yang harus menjual peralatannya untuk melunasi pinjaman akan mengalami kesulitan untuk mempertahankan tingkat produksi yang konsisten. Dan, kemungkinan perlu mengambil hutang baru untuk membeli pengganti.
Membubarkan aset tetap merupakan solusi terakhir untuk masalah jangka pendek yang dapat menghancurkan konsekuensi jangka panjang.
Selama krisis keuangan tahun 2008 (di Amerika Serikat, -red), menjadi jelas bahwa bank tidak memelihara aset likuid yang dibutuhkan untuk memenuhi kewajibannya.
Banyak bank mengalami penarikan dana nasabah secara tiba-tiba atau dibiarkan menahan miliaran dolar untuk pinjaman yang belum dibayar akibat krisis cicilan perumahan.
Tanpa persediaan aset cair yang memadai untuk membawa mereka melewati masa-masa sulit, banyak bank dengan cepat menjadi bangkrut.
Pada akhirnya, industri perbankan berada dalam kondisi yang sangat buruk sehingga pemerintah harus segera mengambil langkah antisipatif untuk mencegah keruntuhan ekonomi total.
Aturan rasio cakupan likuiditas dikembangkan sebagai alat untuk memastikan bahwa bank mempertahankan tingkat likuiditas yang memadai untuk menghindari kinerja yang berulang tahun 2008.
Berdasarkan peraturan baru, semua bank harus mempertahankan aset tetap yang setara atau melebihi 100% dari jumlah yang diantisipasi biaya untuk periode 30 hari.
Jika terjadi penurunan pendapatan atau kewajiban yang tidak terduga, bank dapat memenuhi semua kewajiban finansial mereka tanpa harus mengambil hutang baru atau melikuidasi aset tetap. Ini memberikan waktu untuk menyelesaikan masalah tersebut sebelum berubah menjadi bencana keuangan lainnya.
Referensi: www.investopedia.com