Dalam kehidupan sosial, pasti tidak lepas dari hubungan antar sesama manusia, baik itu menyangkut usaha, bisnis, hutang-piutang, dll. Apa saja yang termasuk transaksi syariah? Bagaimana Islam mengatur transaksi-transaksi tersebut agar sesuai koridor syariah?
Islam mengajarkan ummatnya untuk menghindari hutang. Hutang dapat menghambat seorang hamba masuk ke dalam surga, termasuk para syuhada. Rasulullah mengecam mereka yang dengan sengaja enggan membayar hutang.
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Pada dasarnya, seseorang yang berhutang menyebabkan berkurangnya cash opportunity (kesempatan yang diperoleh karena adanya uang kas) dari orang yang memberi hutang.
Misalkan si A berhutang pada si B sebesar 500 ribu rupiah. Selama uang si B berada di tangan si A, maka si B kehilangan kesempatan memanfaatkan uangnya yang 500 ribu itu untuk berbagai keperluan.
Oleh karenanya, termasuk kezhaliman jika si A tidak membayar hutangnya dengan sengaja, dalam jangka waktu yang sangat lama. Bahkan, sampai tidak dibayar sama sekali.
Islam adalah agama yang sangat adil. Islam tidak menghendaki seseorang memperoleh kenikmatan apalagi keuntungan komersial dengan jalan berhutang/menggunakan harta orang lain.
Oleh karena itu, Islam memberi beberapa alternatif akad transaksi syariah, agar orang yang memberi hutang juga mendapatkan kompensasi yang adil atas berkurangnya cash opportunity tersebut.
Untuk lebih mudahnya, simak ilustrasi berikut.
Ambar ingin memulai usaha penjualan es jus. Dia membutuhkan sebuah blender seharga 500 ribu rupiah namun tidak memiliki modal.
Dia bermaksud meminjam uang pada Kinan, dan membayarnya secara mengangsur dari keuntungan hasil jualannya. Ada beberapa akad yang mungkin terjadi, antara lain :
1. Kinan yang sholihah dan baik hati kebetulan sedang memiliki uang dingin yang tidak akan dia pergunakan dalam waktu dekat. Dia memberikan uang itu pada Ambar secara gratis. Akad ini disebut hibah atau hadiah. Ambar tidak perlu mengembalikan apapun.
2. Kinan yang memiliki uang dingin bermaksud meminjamkan uangnya kepada Ambar. Dia memberi Ambar kesempatan untuk mengembalikan uangnya tanpa kelebihan dalam jangka waktu tertentu atau semampu Ambar. Akad ini disebut Qardh atau Qardhul hasan (pinjaman yang baik)
Dalam kedua akad di atas, Kinan betul-betul bermaksud untuk membantu Ambar. Namun, Ambar yang shalihah tidak ingin membebani Kinan. Ambar tahu bahwa jika dia memiliki blender, dia akan mendapatkan keuntungan materi.
Ambar tidak ingin enak sendiri sementara Kinan kehilangan cash opportunity. Ambar ingin agar Kinan juga merasakan keberkahan transaksi syariah dalam Islam.
Maka, Ambar menawarkan beberapa alternatif agar transaksi yang dilakukan memberikan berkah dan manfaat lebih optimal, juga memberi ketenangan dan kebahagiaan pada kedua pihak.
3. Akad murabahah (jual beli tangguh)
Kinan membeli sebuah blender seharga 500 ribu, kemudian menjualnya kepada Ambar secara angsuran dengan harga 600 ribu. Ambar memperoleh keuntungan bisa memulai usaha, dan Kinan memperoleh keuntungan berupa margin penjualan.
4. Akad Ijarah (sewa menyewa)
Kinan membeli blender kemudian menyewakannya pada Ambar dalam jangka waktu tertentu.
5. Akad mudharabah
Kinan membeli sebuah blender seharga 500 ribu rupiah. Blender tersebut diinvestasikan kepada Ambar untuk usaha jus. Ambar dan Kinan berbagi hasil penjualan. Bisa dari hasil penjualan harian/mingguan/bulanan, atau bisa juga dari keuntungan tiap gelas/porsi jus yang terjual.
6. Akad Musyarakah
Kinan tidak memiliki uang 500 ribu. Kinan dan Ambar mengumpulkan uang dari beberapa orang temannya yang lain hingga terkumpul 500 ribu untuk membeli blender. Bagi hasil dari keuntungan diberikan sesuai proporsi dana yang dikumpulkan, atau sesuai kesepakatan
Transaksi di atas menyebabkan hutang piutang, namun sangat dianjurkan dalam Islam. Jadi, tidak semua hutang piutang itu harus dihindari.
Transaksi syariah di atas memberikan banyak ibrah antara lain:
- Pengelola berkesempatan memanfaatkan dana dan menjadi lahan nafkah untuk diri / keluarganya.
- Pengelola bersemangat bekerja secara professional agar dapat mengembalikan amanah investasi dan bagi hasil bagi pemilik dana.
- Pengelola mendapatkan kemudahan mengembalikan dana sesuai kemampuannya, tanpa RIBA yang mencekik.
- Pemilik dana dapat menghindarkan hartanya dari kondisi idle (diam) yang tidak bermanfaat.
- Pemilik dana semakin bersemangat berinvestasi karena mendapatkan margin/bagi hasil yang adil dan memuaskan.
- Terjalin hubungan silaturahim antara pengelola dana dan pemilik dana.
- Berkurangnya pengangguran karena adanya aliran investasi.
- Berlipatnya omset kaum muslim karena adanya perputaran dana dan usaha.
- Terbukanya potensi pertambahan asset kaum muslim.
Jika Ambar tidak berani mengambil peluang, dan menunggu hingga entah kapan tabungannya cukup untuk membeli blender sendiri, sementara dana di tangan Kinan tetap diam tak bermanfaat, maka kehidupan ekonomi ummat Islam akan terus menerus dilibas oleh kapitalisme.
Bayangkan jika kondisi ini terjadi pada skala transaksi dan ekonomi yang lebih besar, perekonomian kaum Muslim akan terus menerus berada di bagian bawah perekonomian dunia.
Penulis:
Teh Patra