Rumahku Surgaku dengan Prinsip Syariah

0 113

Siapa sih yang tidak mau memiliki rumah sendiri. Setiap kita pastinya punya keinginan untuk memiliki rumah sendiri sebagai tempat berteduh di kala hujan dan beristirahat di kala malam. Apalagi bagi mereka yang sudah menikah. Tak lengkap rasanya hidup berkeluarga kalau masih menumpang pada orang tua. Bukankah dengan menikah menjadikan mereka sebuah keluarga sendiri yang juga mestinya tinggal di rumah sendiri. Bahkan istilah hidup berumah tangga pun oleh sebagian orang diartikan sebagai hidup bersama, di rumah sendiri, dengan kondisi yang terus meningkat seperti tangga.

Namun sayangnya, harga rumah di daerah perkotaan menjadi sangat mahal seiring dengan pesatnya pembangunan bahkan sampai ke pinggiran kota. Kendala ini menyebabkan KPR menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagian besar pembelian rumah dilakukan dengan memanfaatkan kredit kepemilikan rumah yang saat ini banyak dikeluarkan oleh bank konvensional.

KPR dari bank konvensional sebenarnya bukan solusi yang ideal bagi seorang muslim, karena mau tidak mau, walau dengan alasan darurat, umat islam dengan setengah hati harus menerima kenyataan keterlibatannya dengan pinjaman yang berbunga. Dengan kenyataan seperti ini, sepertinya menggiring umat islam, teriutama keluaraga muda, hanya memiliki dua pilihan, mengorbankan idealismenya untuk hidup bersih dan halal karena mengambil pinjaman berbunga, atau sama sekali tidak memiliki rumah.

Walaupun masih terbatas, sebetulnya sudah ada pembiayaan perumahan dari bank syariah. Memang belum banyak orang tahu dan rasanya belum ada bank syariah yang gencar memasarkan produk ini. Namun kedepannya, produk ini bukan tidak mungkin menjadi produk unggulan bank syariah. Karena hampir setiap keluarga perlu yang namanya pembiayaan rumah, dan sebagian besar keluarga di Indonesia adalah muslim yang tentunya ingin tetap istiqomah dalam memiliki rumah yang sesuai dengan syariah.

Pada prakteknya, mungkin tidak akan terlihat jelas adanya perbedaan dengan KPR biasa. Intinya adalah konsumen bisa membeli rumah dengan cara mencicil kepada bank. Bedanya adalah, pada KPR konvensional, bank sebetulnya memberikan pinjaman berupa uang kepada konsumen. Dan dengan uang tersebut konsumen kemudian membeli rumah kepada developer. Sedangkan dengan sistem syariah, bank membeli rumah dari developer dan menjualnya kembali kepada konsumen, tentunya konsumen membayar rumah tersebut dengan cara mencicil. Sama-sama mencicil untuk punya rumah, namun akadnya sungguh berbeda. KPR konvensional menggunakan akad pinjaman uang yang berbunga atau riba. Sedangkan bank syariah menggunakan akad jual beli yang halal.

Contoh sederhananya begini: Developer membangun perumahan X dan menjualnya dengan harga Rp 100 juta untuk tipe 36/80. Karena tidak memiliki uang tunai sebesar Rp 100 juta, konsumen bisa mengajukan pembiayaan rumah kepada bank syariah Y agar bisa membelinya secara mencicil saja. Jika Bank syariah Y menyetujuinya, bank akan membeli rumah tersebut dari developer seharga Rp 100 juta. Bank kemudian menjualnya kembali kepada konsumen dengan harga Rp 120 juta. Dan konsumen bisa mencicil rumah seharga Rp 120 juta tersebut dalam jangka waktu 10 tahun (120 bulan) dengan membayar Rp 1 juta per bulan. Sama seperti pembelian rumah pada umumnya, tentunya akan ada juga biaya tambahan seperti biaya notaris, pajak, BPHTB, penilaian/apraisal, provisi, administrasi dan sebagainya tergantung dari kebijakan bank dan developer. Dan untuk menegaskan komitmen konsumen, bank juga bisa meminta konsumen untuk membayar uang muka atau (DP) down payment di awal.

Berbeda akad, tentunya berbeda pula konsekuensinya antara KPR konvensional dan pembiayaan rumah dari bank syariah. Pada KPR konvensional, transaksinya adalah bank meminjamkan uang kepada konsumen, dan konsumen harus mengembalikannya dengan cara mencicil pokok hutang dan ditambah dengan bunganya selama jangka waktu tertentu. Jika di tengah jalan suku bunga naik, maka cicilan yang harus dibayar juga akan naik sesuai dengan kenaikan suku bunga. Konsumen harus membayar lebih mahal dari rencana awal.

Sedangkan kalau akadnya jual beli seperti pada bank syariah, harga harus sudah ditetapkan di awal dan tidak bisa dirubah-rubah di tengah jalan. Jika bank menjual rumahnya ke konsumen dengan harga Rp 120 juta, maka konsumen hanya diharuskan membayar Rp 120 juta tanpa peduli dengan kenaikan suku bunga.

Sesuai dengan semangat jual beli dalam Islam yang menganut prinsip suka sama suka, harga jual rumah dari bank ke konsumen dan jangka waktu pelunasan sebetulnya bisa dilakukan tawar menawar sampai tercapai kesepakatan. Namun tentu saja bank syariah juga punya kebijakan penetapan harga dan jangka waktu sendiri-sendiri.

Selain kelima bank tersebut, produk pembiayaan perumahan secara syariah juga bisa diakses di Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BII Syariah, Bank Bukopin Syariah dan Bank Syariah Indonesia. Sehingga totalnya ada 9 bank syariah yang saat ini memiliki produk pembiayaan perumahan secara syariah.

Dan kabar baik juga datang dari BTN yang sudah dikenal selama ini sebagai bank pemerintah yang paling banyak menggelontorkan dana untuk KPR. BTN juga telah meluncurkan cabang syariahnya. KPR Syariah menjadi produk andalan mereka.

Jika rencana ini terwujud, maka bukan tidak mungkin akan ada banyak dana yang dikucurkan untuk membantu masyarakat memiliki surga di dunia tanpa harus terlibat dengan riba.

Sumber:

Majalah Alia oleh Ahmad Gozali

Loading...
Tinggalkan komentar